Perempuan dan Pergerakan
- Salis
- Dec 4, 2017
- 3 min read

Sudah lama bunga Indonesia
tiada mengeluarkan harumnya
semenjak sekar yang
kemudian sudah menjadi layu
Di atas adalah potongan puisi dari buku Dibawah Bendera Revolusi yang dibaca Siti Anna Farhiana Abdillah. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Malang.
Jum’at kemarin (1/12) adalah hari pertama dibukanya Malang Islamic Book Fair yang ke 30. Bertempat di Aula Skodam Brawijaya Malang, talk show dengan tema "Perempuan dalam Pergerakan" digelar siang pukul 13.00 WIB sekaligus menjadi acara perdana hari itu. Amelia Dwi Marthasari, Ketua Bidang Perempuan KAMMI Daerah Malang 2015-2017, menjadi narasumber talk show yang diadakan oleh Bidang Perempuan KAMMI UM itu.
Amel, sapaan akrab narasumber, memulai dengan pemaparan hasil sensus dari Badan Pusat Statistik tahun 2016 yang menyatakan jumlah perempuan Indonesia usia produktif (15-49 tahun) sebesar 69,4 juta jiwa.
Fakta tersebut didukung dengan berbagai isu tentang perempuan yang hingga saat ini masih terus diperjuangkan. Di antaranya jumlah buruh perempuan yang jauh lebih banyak dibandingkan jumlah buruh laki-laki. Lalu tidak adanya toleransi untuk cuti hamil dan melahirkan. Kemudian kasus pelecehan seksual yang terus terjadi di tingkat desa maupun kota dan bahkan akhir-akhir ini menyentuh ranah pendidikan sekolah. Juga kasus eksploitasi perempuan, perdagangan perempuan, pemaksaan kehamilan serta aborsi, dan sebagainya.
"Hal inilah yang menjadi landasan perempuan untuk menciptakan suatu gerakan karena kita tidak ingin menjadi perempuan yang diam saja. Namun ilmu yang kita miliki di bidang kita masing-masing dapat diimplementasikan dalam suatu gerakan perempuan", tutur Amel yang merupakan inisator Komunitas Perempuan Indonesia Sehat (KPIS) Malang tersebut.
Berbincang tentang gerakan perempuan di Indonesia mungkin yang terlintas dalam pikiran kita adalah kisah perjuangan R.A Kartini, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika dan pahlawan perempuan yang sering disebut dalam buku sejarah.
Lain, narasumber pada kesempatan tersebut menyampaikan tentang sejarah gerakan perempuan yang telah dilakukan oleh perempuan tangguh Indonesia yang mungkin belum banyak dikenal
Di antaranya adalah Keumala Hayati (1599) seorang perempuan Aceh yang telah membunuh penjajah Belanda bernama Cornelis De Hotman.
Lalu Rahmah El Yunusiyah perempuan asal Padang. Kontribusi Rahmah dalam dunia pendidikan dengan mendirikan Diniyyah Putri School. Ia berkontribusi dalam pendirian Menyesal School, yaitu sekolah pemberantasan buta huruf di kalangan ibu-ibu rumah tangga. Selain itu banyak sekolah diniyah yang ia dirikan pula di tahun sebelum kemerdekaan.
Rahmah memiliki cita-cita agar wanita Indonesia memiliki kesempatan penuh untuk menuntut ilmu yang sesuai dengan kodrat wanita hingga bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mendidik, ia bertujuan agar wanita sanggup untuk menjadi ibu pendidik yang cakap, aktif, dan bertanggung jawab kepada kesejahteraan bangsa dan tanah air.
Selain terlibat dalam dunia pendidikan, Rahmah juga aktif dalam revolusi kemerdekaan hingga pernah dipenjarakan oleh Belanda dan baru dibebaskan tahun 1949. Pada tahun 1958, Rahmah aktif di bidang politik. Ia pernah menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Sumatra Tengah dan anggota Konstituante mewakili Masyumi.
Kemudian, perempuan pejuang selanjutnya adalah Siti Raham binti Endah Sutan yang merupakan istri Buya Hamka. Raham bukan merupakan seorang perempuan yang ambisius, mencari popularitas atau ingin menambah kekayaan melalui jabatan yang ditawarkan oleh pemerintah kepada suaminya.
Ada juga Siti Walidah, pendiri Aisiyah yang merupakan istri KH Ahmad Dahlan, Rasuna Said yang merupakan pendiri Persatuan Muslimin Indonesia yang memeperjuangkan politik dan hak perempuan, dan Yoyoh Yusroh ibu dari tiga belas anak hafidz dan hafidzoh yang merupakan pendiri Salimah.
Talk show yang dimoderatori oleh Nabila A. Fiddin dari Kebijakan Publik KAMMI UM itu berlanjut dengan penyampaian cara membangun kesadaran sebagai perempuan pelopor di era digital. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan cara pembentukan komunitas yang memiliki value (nilai lebih) dan bermanfaat bagi masyarakat. Komunitas yang memiliki semangat gerakan perubahan serta eksis di media sosial, sehingga komunitas tersebut dikenal oleh umum.
Contoh komunitas yang telah dibentuk adalah Gerakan Buku untuk Papua oleh dan Komunitas Perempuan Indonesia Sehat (KPIS) dari KAMMI Pusat. Lainnya seperti Komunitas Perempuan Politik, Komunitas Bunda Berkarya, Institute Ibu Profesional, Malang Muslimah Planner, Komunitas PlayOn, Gerakan Naik Angkot, Gerakan Menutup Aurat, dan masih banyak sekali yang lain.
"Gerakan perempuan dapat dimulai dari sebuah ide yang berlandasakan soft skill atau keahlian yang dimiliki oleh setiap individu, kemudian dilanjutkan dengan mencari teman yang satu visi dengan ide tersebut untuk kemudian diimplementasikan kepada orang lain", papar narasumber yang juga merupakan pengusaha kripik singkong Rema-Remah tersebut.
Berbicara gerakan perempuan tidak terbatas dengan organisasi atau sebutan seorang aktivis. Gerakan perempuan dapat dilakukan oleh ide individu yang kemudian ditularkan kepada orang lain hingga akhirnya menghasilkan gerakan yang berdayaguna bagi perempuan Indonesia, karena suatu ilmu diikat salah satunya dengan disampaikan dan diimplementasikan kepada orang lain.
Tetapi sekarang bunga Indonesia sudah kembang kembali kembang ditimpa cahaya bulan persatuan indonesia dalam bulan yang terang-benderang ini berbaurlah segandi segala bunga-bungaan yang harum dan menarik hati yang tahu akan harganya bunga sebagai hiasan alam yang diturunkan Tuhan Illahi
Miris jika melihat perjuangan perempuan masih meminta kesamaan derajat dengan laki-laki padahal Islam meninggikan derajat perempuan. Menjadi perempuan pergerakan harus mampu menempatkan diri dengan bijak dan tepat. Menjadi wanita tidak berarti harus lemah. Wanita bisa menemukan kekuatan yang tidak terbatas oleh feminitas dan menjadi agen suatu peradaban bangsa Indonesia. []
Reporter: Salis
Editor: Riyan
Comments